Total Tayangan Halaman

Senin, 21 Oktober 2013

Belum Sempat Dunia Melihat

Kau tampak dewasa. Terlihat dari setiap sisi yang kau kenakan, dari cara pandang yang tersirat, dari kata yang keluar dari bibirmu, dari pikiranmu yang terbaca olehku. Meskipun nyatanya kita hanya dijarakkan oleh beberapa masa yang terbilang singkat.

Aku selalu mencoba membayangkan sosokmu yang terdahulu. Kata mereka kita sebelumnya pernah bertegur-sapa. Aku berusaha mengingat namun selalu gagal. Selalu menemui titik putus asa dan kemudian melupakan.
Kita pernah merajut benang dari kedua sisi kaleng berhadapan pun aku tak ingat. Yang ku ingat hanyalah kesan pertama setelah kita saling memunggungi beberapa tahun lalu. Pertemuan yang kuanggap pertama, meski ini sebenarnya bukan yang pertama.

Kemudian perputaran bumi kembali mempertemukan kita dalam kurun waktu singkat. Aku dengan kesanku kepadamu. Sajak-sajakmu yang selalu membuat mataku tak ingin menghindar, setiap baitmu yang selalu menciptakan pelangi di sisa perasaan lelahku. Sejak itu mulailah aku memupuk lembaran-lembaran kisah yang kelak akan ku pertontonkan dihadapan dunia.

Aku yang menemukanmu ‘lagi’ seolah menjadi sosok khusus dimata Penciptaku. Karena sebelum bertemu denganmu kemarin, ribuan doa selalu ku ucap untuk memperbaiki hatiku. Dan kau ku rasa adalah jawaban dari setiap doaku yang lalu.

Namun belum sempat aku menaiki anak tangga di hatimu, belum sempat aku menunjukkan kepada dunia tentang kisahku, belum sempat aku menyedu kehangatan darimu, belum sempat aku menuliskan tentang keindahanmu,belum sempat aku membuktikan bahwa kau adalah benar-benar jawaban atas doa itu, bahkan belum sempat aku mencintaimu, aku harus lebih dulu berhenti mencintaimu.

Sampai tiba saatnya. Sosok indah yang juga ada dipikiranku, yang sempat ku terka sebagai pelukis warna diharimu, benar adanya. Iya menempati ruang kosong tak berpintu dan tak berjendela. Hanya ada cahaya disana. Cahaya yang sinarnya mengalahkan sinar senja, bulan, atau mentari sekalipun.

Aku hanya bisa tersenyum. Menelan senyum pahit. Aku hanya bisa berpura-pura bahagia saat kau bahagia bersamanya. Aku hanya bisa menahan tangis saat kau menuliskan semua takjubmu untuknya. Aku hanya bisa diam dan tak berontak. Aku hanya bisa bersyair. Menuangkan segala syair dalam ruang terbatas demi kau dan dia.

Kau yang ku tunggu sejak lama, kau yang ku inginkan, kau yang ku damba, kau yang ku anggap memiliki kadar serupa denganku, kau yang ku rasa memiliki semua sisi yang kubutuhkan, kau yang sejaklama tlah ku lihat namun hanya sekedar ku lihat dan tak ku genggam, dan kau harus berlayar bersamanya, yang tak dijarakkan oleh apapun.

4 komentar: