Total Tayangan Halaman

Kamis, 14 November 2013

gak ada yang namanya 'kebetulan'

Sulit untuk mengingat tepatnya hari dimana aku mulai membentuk pikiranku atas hal-hal yang aku saksikan lewat luas bolamataku, lewat telinga yang mampu mendengar meski di balik dinding-dinding yang tak seharusnya ku dengar. Telinga yang bekerja sama dengan baik bersama sang logika yang menjadi urutan pertama di saat suatu rumus harus segera dipecahkan. Logika yang tiba-tiba menjadi urutan kedua setelah perasaan, dimana aku kemudian mengeluarkan alat jitu ku; timbangan.

Ya, aku adalah seorang wanita yang berzodiak Libra, yang tak disarankan untuk dihadiahi terlalu banyak waktu untuk berpikir. Perasaan untuk menimbang sisi-sisi kehidupan demi mencapai sebuah keputusan, kerap kali menyita waktu panjang. Bahkan bisa-bisa palu baru akan ku ketuk dengan sungguh, saat musim salju bertamasya di Bumi Pertiwi-ku ini.

***
Mata dan telingaku seolah selalu memberikan kesempatan kepada kepalaku untuk bermain-main memutari rongga-rongga kosong di sana sampai akhirnya ada yang menghiasi sisi-sisi kosong dengan pencerminan.
Kebanyakan orang tak menghiraukan sisi-sisi terkecil yang ada di sekitarnya. Kejadian yang lalu-lalang berusaha menarik perhatian namun tak berhasil. Ada yang sibuk mencari cara hebat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, namun sayang si pemilik modal pribadi yang sangat pintar pun tak kunjung menemui titik terang. Mereka sibuk mencari yang besar namun yang sederhana di lupakan. Mereka benar-benar tak menghiraukan alasan ringan dari sebuah kejadian.
***
Percayalah, Tuhanmu menurunkan hujan bukan tanpa alasan. Namamu tercantum di kartu keluarga saat ini, tak hanya semata-mata membuktikan bahwa kau bukan anak dari tetanggamu.
Ibumu memilihkan sebuah nama untuk melengkapi nama belakangmu, bukan hanya semata-mata mencirikan bahwa kau adalah keturunan dari seorang lelaki yang pernah memadu kasih dengan ibumu.
Semasa kecil kau diberikan waktu belajar untuk berjalan dan kemudian memeluk ibumu dengan jari-jari mungilmu. Hal tersebut bukan hanya semata-mata agar kau dapat berlari ke arah ibumu dan menumpahkan air matamu yang akan terhapuskan oleh baju ibumu.
Jangankan mengenai Tuhanmu mempertemukanmu dengan seseorang. Jika kau menyadari hal-hal terkecil sekalipun, semua saling berkaitan. 
Pernah suatu ketika di pagi hari kau melihat matahari tak melaksanakan tugasnya untuk bersinar? Kemudian gerimis menyapu kering jalanan. Dan tak lama pelangi muncul diantara sisa air dan sinar.
Atau, pernahkah suatu ketika kau bertemu dengan seseorang yang tak kau hiraukan sebelumnya? Ternyata beberapa tahun kemudian kau tak hanya kembali bertemu, namun kau jatuh hati padanya?
Atau, pernahkah kau melihat senyum simpul di wajah orang kesayanganmu buram? Kemudian keesokan harinya kau dapati ia menangis.
Mungkin begini, kau pernah bergumam, bicara dalam diam bahwa kau menginginkan seloyang martabak? Dan tak lama kemudian ayahmu membawakannya sepulang dari kantor? :))
Hal paling sederhana adalah ketika kau mengenakan baju berwarna sama tanpa janjian dengan orang yang sekarang sedang menepati janji untuk bertemu denganmu.
...
Setiap manusia memiliki kepekaan perasaan. Bukan saja saat ia sendu, hanya saja ada yang mengesampingkan dan mungkin hanya sedikit yang sadar. Awalnya kita semua memiliki kadar kepekaan yang sama. Yang membedakan hanya 'kau menggali kepekaan hingga titik terkecil yang samar, atau kau tak pernah hiraukan kebesaran Tuhanmu'.
Aku adalah si "penganut" 'gak ada yang namanya kebetulan'. Menurutku semua terjadi karena alasan. Aku menuliskan ini karena kemudian akan ada yang membaca, akan ada yang setuju, atau ada yang tak setuju, atau bahkan banyak yang tak setuju lalu kemudian menjadi sejalan denganku.
Mungkin lebih menyenangkan ketika membaca ini, ada senyum yang merekah bersama ingatan yang juga sempat mengalami hal-hal seperti ini. :)

Senin, 21 Oktober 2013

Belum Sempat Dunia Melihat

Kau tampak dewasa. Terlihat dari setiap sisi yang kau kenakan, dari cara pandang yang tersirat, dari kata yang keluar dari bibirmu, dari pikiranmu yang terbaca olehku. Meskipun nyatanya kita hanya dijarakkan oleh beberapa masa yang terbilang singkat.

Aku selalu mencoba membayangkan sosokmu yang terdahulu. Kata mereka kita sebelumnya pernah bertegur-sapa. Aku berusaha mengingat namun selalu gagal. Selalu menemui titik putus asa dan kemudian melupakan.
Kita pernah merajut benang dari kedua sisi kaleng berhadapan pun aku tak ingat. Yang ku ingat hanyalah kesan pertama setelah kita saling memunggungi beberapa tahun lalu. Pertemuan yang kuanggap pertama, meski ini sebenarnya bukan yang pertama.

Kemudian perputaran bumi kembali mempertemukan kita dalam kurun waktu singkat. Aku dengan kesanku kepadamu. Sajak-sajakmu yang selalu membuat mataku tak ingin menghindar, setiap baitmu yang selalu menciptakan pelangi di sisa perasaan lelahku. Sejak itu mulailah aku memupuk lembaran-lembaran kisah yang kelak akan ku pertontonkan dihadapan dunia.

Aku yang menemukanmu ‘lagi’ seolah menjadi sosok khusus dimata Penciptaku. Karena sebelum bertemu denganmu kemarin, ribuan doa selalu ku ucap untuk memperbaiki hatiku. Dan kau ku rasa adalah jawaban dari setiap doaku yang lalu.

Namun belum sempat aku menaiki anak tangga di hatimu, belum sempat aku menunjukkan kepada dunia tentang kisahku, belum sempat aku menyedu kehangatan darimu, belum sempat aku menuliskan tentang keindahanmu,belum sempat aku membuktikan bahwa kau adalah benar-benar jawaban atas doa itu, bahkan belum sempat aku mencintaimu, aku harus lebih dulu berhenti mencintaimu.

Sampai tiba saatnya. Sosok indah yang juga ada dipikiranku, yang sempat ku terka sebagai pelukis warna diharimu, benar adanya. Iya menempati ruang kosong tak berpintu dan tak berjendela. Hanya ada cahaya disana. Cahaya yang sinarnya mengalahkan sinar senja, bulan, atau mentari sekalipun.

Aku hanya bisa tersenyum. Menelan senyum pahit. Aku hanya bisa berpura-pura bahagia saat kau bahagia bersamanya. Aku hanya bisa menahan tangis saat kau menuliskan semua takjubmu untuknya. Aku hanya bisa diam dan tak berontak. Aku hanya bisa bersyair. Menuangkan segala syair dalam ruang terbatas demi kau dan dia.

Kau yang ku tunggu sejak lama, kau yang ku inginkan, kau yang ku damba, kau yang ku anggap memiliki kadar serupa denganku, kau yang ku rasa memiliki semua sisi yang kubutuhkan, kau yang sejaklama tlah ku lihat namun hanya sekedar ku lihat dan tak ku genggam, dan kau harus berlayar bersamanya, yang tak dijarakkan oleh apapun.

Minggu, 20 Oktober 2013

maafkan aku yang baru datang :D

Mungkin kebanyakan orang yang buka blog ini bakal bilang "yee kemana aja baru buat blog hari gini". Gue juga sebenernya gak ngerti kok pada akhirnya gue memutuskan untuk buat blog dan nulis disini. hihihi~

Jadi asalnya lagi buka-buka postingan lama, kita sebut saja 'kotak usang'. After gue mulai baca-baca lagi, tiba-tiba timbul di pikiran gue buat nge-repost salah satu cerita lama di kotak usang itu. Cerita ini lahir pada tahun 2012 di bulan yang sama dengan sekarang. Iyaps bulannya gue, Oktober.

Sebelum ini, sempet ngasih liat ke beberapa temen tentang tulisan yang akan di re-post itu dan mereka ngerekomendasiin untuk di posting di blog.
Yups baru deh akhirnya gue buat blog ini.

Selamat membaca, maaf jika tak sesuai dengan suasana hati saat membaca. Tapi semoga bisa bermanfaat meski hanya diwakilkan dengan satu kata :))